Kebijakan Perselisihan Agama di Asia Kontemporer
Dr. Mohmmad Reza Ebrahimi (Konselor Kebudayaan Kedubes Iran, Jakarta)[1]
Pengantar
Sebagai benua terbesar dan terpadat di dunia, Asia telah menjadi pusat muncul dan berkembangnya banyak agama besar seperti Islam, Kristen, Budha, Hindu dan agama-agama lokal. Meskipun keberagaman agama ini dapat menjadi simbol kekayaan budaya, namun terkadang hal ini menjadi wadah konflik dan perselisihan.
Dalam artikel ini, upaya dilakukan untuk menyelidiki akar, faktor eskalasi, akibat dan solusi penanganan perselisihan agama di Asia kontemporer. Selain itu, contoh-contoh keberhasilan dan kegagalan kebijakan negara-negara Asia dalam menangani isu ini juga akan dianalisis. Mengkaji permasalahan ini menjadi lebih penting terutama mengingat perkembangan politik dan sosial terkini.
1. Latar belakang sejarah perselisihan agama di Asia
Perselisihan agama di Asia mempunyai akar sejarah yang dalam, yang seringkali terkristalisasi dalam bentuk kombinasi agama, kekuasaan, dan kepentingan politik. Beberapa contoh penting adalah:
1.1. India dan anak benua India
Kolonialisme Inggris secara sistematis memperburuk perselisihan antara umat Hindu dan Islam dengan menerapkan kebijakan “memecah belah dan menguasai”. Akibat dari kebijakan ini adalah pemisahan Pakistan dari India pada tahun 1947 dan terciptanya ketegangan jangka panjang antara kedua negara. Pembunuhan massal selama pemisahan India merupakan salah satu tragedi besar pada era ini. Selain itu, konflik terkait Kashmir masih menjadi salah satu tantangan utama hubungan kedua negara.
Dalam beberapa tahun terakhir, dengan bangkitnya partai-partai nasionalis Hindu di India, perselisihan dan kekerasan terhadap umat Islam semakin meningkat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat internasional dan organisasi HAM. Selain itu, konflik agama antara umat Hindu dan Sikh di negara bagian Punjab, termasuk di antara kasus-kasus yang menyebabkan kekerasan dan kerusuhan dalam beberapa dekade terakhir.
1.2. Timur Tengah
Perselisihan antara Syiah dan Sunni, yang dimulai pada masa Kekhalifahan Islam, meluas pada abad-abad berikutnya karena campur tangan asing dan kepentingan kolonial. Perang Iran-Irak (1980-1988) adalah contoh nyata eksploitasi perselisihan ini di tingkat regional. Selain itu, konflik di Suriah, Yaman, dan Bahrain juga menunjukkan berbagai dimensi perselisihan tersebut.
Persaingan geopolitik di antara beberapa negara telah memicu perselisihan-perselisihan ini. Selain itu, munculnya kelompok teroris seperti ISIS dan Al-Qaeda, yang berupaya menciptakan kekhalifahan Islam dengan interpretasi Islam yang ekstrem, telah menyebabkan meningkatnya kekerasan dan kerusuhan di wilayah tersebut.
1.3. Cina dan Tibet
Ketegangan agama dan politik antara pemerintah Tiongkok dan umat Buddha Tibet, terutama di bawah kepemimpinan Dalai Lama, termasuk dalam sejarah panjang penindasan dan resistensi agama. Dalam beberapa dekade terakhir, kebijakan pemerintah Tiongkok di bidang "asimilasi budaya" telah menimbulkan protes luas dari umat Buddha. Isu ini masih menjadi salah satu isu sensitif politik dan agama di negeri ini.
1.4. Asia Tenggara
Di Malaysia dan Indonesia, sejarah interaksi dan ketegangan agama antara Muslim dan minoritas Kristen dan Budha memberikan banyak contoh hidup berdampingan secara damai (toleransi) dan pada saat yang sama ketegangan agama. Di Myanmar, terjadi kekerasan yang meluas terhadap Muslim Rohingya, yang menyebabkan mereka terpaksa mengungsi dan melakukan migrasi paksa. Begitu pula di Thailand, konflik antara umat Islam dan umat Buddha di bagian selatan negara ini telah menimbulkan keresahan dan kekerasan.
2. Faktor eskalasi perselisihan agama
Di era kontemporer, beberapa faktor utama telah memicu semakin intensifnya perselisihan agama di Asia:
2.1. Penggunaan instrumental agama dalam politik
Politisi di berbagai negara menggunakan agama sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan atau menekan oposisi. Isu ini dapat memperkuat partai dan kelompok ekstremis serta memperparah perselisihan agama.
Contoh: Di Myanmar, tentara, dengan dukungan ekstremis Buddha, membunuh Muslim Rohingya dan mengubah masalah ini menjadi krisis kemanusiaan internasional. Krisis ini tidak hanya menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi, namun juga menimbulkan kecaman luas di seluruh dunia. Selain itu, di India, beberapa partai politik menggunakan fanatisme agama untuk memperkuat basis suara mereka.
2.2. Ketimpangan ekonomi dan sosial
Banyak kelompok minoritas agama di berbagai negara menghadapi diskriminasi ekonomi, pendidikan dan sosial. Ketimpangan ini dapat meningkatkan perasaan terpinggirkan dan ketidakpuasan di kalangan kelompok minoritas dan memicu eskalasi perselisihan agama.
Contoh: Di Sri Lanka, diskriminasi terhadap umat Hindu Tamil yang dilakukan oleh mayoritas Buddha Sinhala menyebabkan perang saudara yang berkepanjangan di negara tersebut. Diskriminasi ini terlihat jelas dalam alokasi sumber daya dan kesempatan kerja.
2.3. Pengaruh kekuatan asing
Kekuatan dunia seperti Amerika Serikat dan negara-negara Barat telah membantu memperumit perselisihan ini dengan mendukung kelompok agama tertentu. Negara-negara ini berusaha mengamankan kepentingannya dengan mencampuri urusan dalam negeri suatu negara dan mendukung kelompok agama tertentu. Masalah ini dapat memperburuk perselisihan dan kerusuhan di kawasan.
Contoh: Persaingan negara-negara Barat di Suriah dan Yaman telah menyebabkan perang dan pertumpahan darah. Dukungan finansial dan militer kepada kelompok lokal telah memperparah krisis ini.
2.4. Media sosial dan misinformasi
Menyebarkan informasi palsu tentang minoritas agama di media sosial telah meningkatkan ketegangan dan memicu atau memprovokasi kekerasan. Algoritme media sosial juga dirancang untuk menampilkan konten yang lebih provokatif dan kontroversial, yang dapat memperburuk perselisihan agama. Selain itu, penggunaan media sosial untuk menyebarkan kebencian dan memprovokasi kekerasan terhadap kelompok minoritas agama juga menjadi salah satu faktor yang memperburuk perselisihan agama.
Contoh: Di India, rumor WhatsApp tentang "penyembelihan sapi" telah menyebabkan kekerasan terhadap umat Islam. Isu ini menunjukkan pengaruh jejaring sosial dalam merangsang opini publik.
2.5. Tekanan populasi
Pertumbuhan populasi dan terbatasnya sumber daya dapat meningkatkan persaingan ekonomi dan sosial serta memicu perselisihan agama. Selain itu, migrasi internal dan eksternal juga dapat menyebabkan ketegangan agama. Misalnya saja migrasi Muslim Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh menimbulkan ketegangan sosial dan ekonomi di negara ini.
2.6. Ekstremisme agama
Interpretasi ekstremis terhadap agama dan aktivitas kelompok teroris yang berupaya memaksakan ideologi mereka melalui kekerasan dapat memicu semakin intensifnya perselisihan agama dan kerusuhan di wilayah tersebut. Misalnya, kelompok teroris seperti ISIS dan al-Qaeda, dengan interpretasi ekstrim mereka terhadap Islam, telah membunuh ribuan orang dan membuat jutaan orang mengungsi di Timur Tengah dan belahan dunia lainnya.
3. Konsekuensi dari perselisihan agama
Konsekuensi dari perselisihan agama di Asia sangatlah luas dan multidimensi:
3.1. Konflik militer dan perang saudara
Banyak perang saudara di Asia yang berakar pada perselisihan agama. Perang-perang ini telah menghancurkan infrastruktur, menewaskan ribuan orang, dan membuat jutaan orang mengungsi. Selain itu, perang-perang ini dapat menyebabkan ketidakstabilan politik dan ekonomi di wilayah tersebut dan penyebaran terorisme.
3.2. Ketidakstabilan politik
Perselisihan agama dapat melemahkan pemerintah dan menciptakan krisis politik. Ketidakstabilan ini dapat mengurangi investasi asing dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga dapat menyebabkan penyebaran korupsi dan inefisiensi pemerintahan.
Contoh: Di Pakistan, perselisihan antara kelompok Syiah dan Sunni telah memicu krisis keamanan dan ketidakstabilan politik. Banyaknya pemboman (bom bunuh diri) di tempat-tempat pertemuan keagamaan adalah akibat dari perselisihan ini.
3.3. Pengungsian dan migrasi
Kelompok minoritas agama terpaksa meninggalkan rumah mereka di banyak negara. Masalah ini dapat menyebabkan krisis kemanusiaan dan meningkatkan kemiskinan dan tunawisma. Hal ini juga dapat menimbulkan ketegangan sosial dan budaya di negara tujuan.
Contoh: Muslim Rohingya bermigrasi dari Myanmar ke Bangladesh dan menghadapi krisis kemanusiaan yang parah. Kamp pengungsi di Bangladesh masih memiliki kondisi yang memprihatinkan. Di Afghanistan, banyak minoritas agama seperti Hindu dan Sikh terpaksa meninggalkan negara itu.
3.4. Pelanggaran HAM
Kelompok minoritas agama seringkali menjadi sasaran penganiayaan, pembantaian atau diskriminasi sistematis. Hal ini dapat mencakup pembatasan pendidikan, pekerjaan dan partisipasi politik. Hal ini juga dapat mencakup penyiksaan, penahanan ilegal dan eksekusi.
3.5. Melemahnya pembangunan ekonomi
Ketegangan agama dapat menyebabkan penurunan investasi dalam dan luar negeri. Hal ini juga dapat mengurangi pariwisata dan perdagangan. Akibatnya, perselisihan agama dapat menyebabkan kemiskinan, pengangguran dan rendahnya taraf hidup masyarakat.
Contoh: Di Kashmir, ketegangan jangka panjang antara India dan Pakistan telah menghambat pembangunan ekonomi di wilayah ini.
4. Kebijakan dan solusi penanganan perselisihan agama
Untuk mengurangi dan mengelola perselisihan agama, disarankan langkah-langkah berikut:
4.1. Memperkuat dialog antaragama
Mendorong komunikasi antar pemuka agama untuk mengurangi kesalahpahaman dan membangun kepercayaan serta kerja sama antar agama. Selain itu, dialog antara penganut agama di berbagai tingkat masyarakat dapat membantu mengurangi prasangka dan meningkatkan pemahaman. Dialog tersebut dapat dilakukan dalam bentuk konferensi, seminar, lokakarya pendidikan dan program budaya dan sosial.
Contoh: Dialog keagamaan di Republik Islam Iran atau Konferensi Persatuan Islam di Teheran atau upaya Dewan Agama Dunia untuk menciptakan ruang dialog antaragama di Indonesia dan Malaysia.
4.2. Reformasi undang-undang
Membuat undang-undang untuk menjamin persamaan hak bagi warga negara apapun agamanya dan mencegah diskriminasi berdasarkan agama dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan bidang lainnya. Selain itu, undang-undang harus dibuat untuk menghukum pelaku kekerasan dan penganiayaan atas nama agama. Undang-undang ini harus mematuhi standar hak asasi manusia internasional dan diterapkan secara adil dan transparan.
4.3. Pendidikan dan kesadaran
Menciptakan program pendidikan untuk meningkatkan rasa hormat terhadap keragaman agama dan mengajarkan sejarah dan budaya berbagai agama kepada siswa di sekolah dan universitas. Selain itu, program pendidikan untuk orang dewasa dan media juga dapat membantu meningkatkan kesadaran dan mengurangi prasangka. Program pendidikan ini harus menekankan prinsip hidup berdampingan secara damai (toleransi), saling menghormati dan menerima keberagaman agama.
4.4. Intervensi organisasi internasional
PBB dan lembaga-lembaga HAM dapat memainkan peran yang efektif dalam menangani krisis agama. Organisasi-organisasi ini dapat membantu mengurangi ketegangan dan mendukung kelompok minoritas agama dengan memantau situasi HAM, memberikan bantuan kemanusiaan, dan menengahi konflik. Selain itu, organisasi-organisasi ini juga dapat membantu memperbaiki kondisi kelompok minoritas agama dengan memberikan tekanan pada pemerintah untuk menghormati HAM dan kebebasan beragama.
4.5. Peran media
Media dapat memainkan peran penting dalam mendorong perdamaian dan hidup berdampingan secara damai (toleransi) atau memperkuat perselisihan agama. Media harus menahan diri untuk tidak mempublikasikan berita dan laporan yang bias dan provokatif yang dapat meningkatkan ketegangan. Selain itu, media harus memberikan pendidikan dan kesadaran di bidang keberagaman agama dan budaya serta mendorong dialog dan pemahaman antar agama.
4.6. Peran para pemimpin/tokoh agama
Para pemimpin/tokoh agama memainkan peran yang sangat penting dalam mendorong perdamaian dan hidup berdampingan secara damai (toleransi) atau mengintensifkan perselisihan agama. Mereka harus memanfaatkan pengaruhnya untuk meningkatkan rasa saling menghormati, dialog dan kerja sama antar agama. Mereka juga harus menahan diri dari pernyataan dan tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan dan kekerasan.
5. Contoh kasus manajemen yang sukses dan gagal
5.1. Contoh kasus yang sukses
Indonesia: Meskipun terdapat keberagaman agama yang luas, kebijakan negara yang berdasarkan prinsip "Pancasila" berupaya memperkuat hidup berdampingan antar agama (toleransi). Prinsip ini menekankan pada ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, demokrasi dengan kepemimpinan yang bijaksana, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan mendukung dialog antaragama dan mendorong pendidikan serta kesadaran di bidang keberagaman agama, pemerintah Indonesia telah mampu membantu mengurangi ketegangan dan kekerasan agama di negara ini secara signifikan.
5.2. Contoh kasus yang gagal
Myanmar: Kebijakan diskriminatif pemerintah terhadap etnis Rohingya tidak hanya menimbulkan krisis internal, namun juga tekanan internasional. Kebijakan-kebijakan ini telah menewaskan ribuan orang dan membuat ratusan ribu orang mengungsi. Selain itu, kebijakan-kebijakan ini juga telah menyebabkan ketidakstabilan politik dan ekonomi di Myanmar dan meningkatkan ketegangan di kawasan.
Sri Lanka: Perang saudara yang berkepanjangan antara umat Budha dan Hindu mencerminkan kegagalan dalam menangani perselisihan agama. Perang ini telah menewaskan ribuan orang dan menghancurkan infrastruktur negara. Selain itu, perang ini telah memperburuk perselisihan dan kerusuhan di Sri Lanka serta meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.
6. Peran Iran dalam perkembangan kelompok minoritas dan peran rezim Zionis dalam krisis Timur Tengah dan ancaman terhadap perdamaian dunia
Meskipun Iran selalu berusaha menciptakan ruang yang aman dan menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan minoritas agama dan etnis di wilayahnya, rezim Zionis telah memicu krisis besar di Timur Tengah dan mengancam perdamaian dunia dengan menduduki tanah Palestina dan tindakan kekerasan. Kedua pendekatan yang berlawanan ini mewakili dua jalur berbeda di hadapan HAM dan perdamaian dunia.
6.1 Iran: Model hidup berdampingan secara damai (toleransi) dalam konteks tantangan
Iran, sebuah negara dengan keragaman etnis dan agama yang kaya, selalu berusaha menghadirkan model hidup berdampingan secara damai (toleransi) dengan menghormati hak-hak kelompok minoritas. Konstitusi Republik Islam Iran secara eksplisit mengakui hak-hak minoritas agama dan memberi mereka kebebasan untuk melakukan upacara keagamaan, pendidikan, dan mengikuti hukum syariat mereka sendiri. Zoroaster, Yahudi, dan Kristen sebagai minoritas agama resmi di Iran, memiliki perwakilan di Parlemen Iran (Majlis-e Syuro-ye Eslami) dan berpartisipasi dalam arena politik negara. Perwakilan-perwakilan ini dipilih secara langsung oleh para anggota kelompok minoritas dan mempunyai peran dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan urusan negara serta dalam memenuhi tuntutan dan kebutuhan komunitas atau masyarakat mereka. Perlindungan terhadap kelompok minoritas di Iran tidak hanya terbatas pada undang-undang. Pemerintah berupaya melestarikan dan menghidupkan kembali budaya dan identitas kelompok tersebut dengan mengalokasikan dana untuk rekonstruksi tempat keagamaan kelompok minoritas, mengadakan festival dan program kebudayaan, serta mengizinkan pendirian sekolah khusus dan lembaga pendidikan bagi mereka. Dukungan tersebut diberikan dalam bentuk berbagai program seperti pengembangan daerah tertinggal kelompok minoritas, penyediaan fasilitas lapangan kerja dan pendidikan untuk mereka, serta dukungan terhadap seniman dan elite atau tokoh minoritas. Misalnya, Universitas Agama dan Madzhab di Qom didirikan dengan tujuan untuk mengajar dan meneliti di bidang berbagai agama dan madzhab serta mendorong dialog antar agama. Mahasiswa dari minoritas agama juga belajar di sana.
Di kancah internasional, Iran selalu membela hak-hak kelompok minoritas di seluruh dunia dan menentang diskriminasi dan penindasan terhadap mereka. Iran berpartisipasi aktif dalam organisasi internasional seperti PBB dan OKI dalam pengambilan resolusi dan statement berdasarkan perlindungan hak-hak minoritas. Iran juga berupaya meningkatkan kesadaran dan kepekaan masyarakat internasional terhadap isu ini dengan mengadakan konferensi dan pertemuan internasional mengenai isu hak-hak minoritas.
Contoh dukungan Iran terhadap kelompok minoritas:
- Pelestarian peninggalan sejarah dan budaya kelompok minoritas: Rekonstruksi sinagoga dan gereja, restorasi kuil api, dan mendukung upacara dan ritual tradisional kelompok minoritas. Misalnya, kita dapat menyebutkan rekonstruksi Sinagoga Yousefabad di Teheran dan Gereja Vanak di Isfahan. Selain itu, pemerintah Iran mendukung upacara keagamaan minoritas seperti Paskah bagi umat Kristen, Nowruz bagi umat Zoroastrian, dan Hanukkah bagi umat Yahudi.
- Mendukung kegiatan ekonomi kelompok minoritas: Memberikan fasilitas kepada usaha kelompok minoritas dan mendorong partisipasi mereka dalam kegiatan ekonomi. Dukungan tersebut antara lain berupa pemberian pinjaman berbunga rendah, keringanan atau bebas pajak, dan pelatihan bisnis. Selain itu, dalam beberapa kasus, pemerintah Iran mempertimbangkan kuota untuk mempekerjakan kelompok minoritas di sektor publik dan swasta.
- Mempromosikan (sosialisasi) dialog antaragama: Menyelenggarakan konferensi dan pertemuan internasional dengan tujuan mendekatkan agama-agama dan madzhab-madzhab dan mendorong hidup berdampingan secara damai (toleransi). Setiap tahun, Iran menjadi tuan rumah Konferensi Internasional Persatuan Islam yang dihadiri oleh tokoh-tokoh agama dari seluruh dunia. Selain itu, Iran juga berpartisipasi dalam dialog antaragama dengan negara-negara lain dan berupaya menemukan landasan bersama untuk kerja sama dan kesepahaman.
Peran lembaga-lembaga sipil dan organisasi non-pemerintah:
Dalam beberapa tahun terakhir, lembaga-lembaga sipil dan organisasi non-pemerintah telah memainkan peran penting dalam mendukung hak-hak kelompok minoritas di Iran. Lembaga-lembaga ini berusaha menghilangkan diskriminasi dan meningkatkan status kelompok minoritas melalui berbagai kegiatan seperti pendidikan, penelitian, dan layanan konsultasi dan hukum kepada kelompok minoritas.
6.2. Rezim Zionis: Akar krisis di Timur Tengah dan ancaman terhadap perdamaian dunia
Dengan pendudukannya atas tanah Palestina dan kebijakannya yang diskriminatif dan penuh kekerasan terhadap rakyat Palestina, rezim Zionis telah menjadi salah satu faktor utama ketidakstabilan di Timur Tengah. Pemukiman, penghancuran rumah warga Palestina, dan blockade Gaza hanyalah contoh pelanggaran HAM berat yang dilakukan rezim ini.
Dengan mengabaikan resolusi PBB dan hukum internasional, rezim ini terus menduduki dan menindas rakyat Palestina. Dengan menerapkan kebijakan apartheid terhadap warga Palestina, rezim Zionis telah merampas hak-hak dasar mereka seperti hak untuk menentukan nasib sendiri, hak atas kebebasan berekspresi, dan hak untuk hidup normal. Dengan menerapkan pembatasan ketat terhadap pergerakan warga Palestina, rezim ini telah membatasi akses mereka terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan, serta menyebabkan meluasnya kemiskinan dan pengangguran di antara mereka.
Dukungan rezim Zionis terhadap kelompok teroris, serangan militer terhadap negara-negara kawasan, dan perlombaan senjata telah membahayakan keamanan seluruh kawasan. Rezim ini telah berkontribusi terhadap penyebaran terorisme dan ketidakamanan di wilayah tersebut dengan mendukung kelompok-kelompok seperti ISIS dan Jabhat al-Nusra. Selain itu, serangan militer rezim ini terhadap negara-negara seperti Suriah dan Lebanon telah menewaskan ribuan warga sipil dan menghancurkan infrastruktur negara-negara tersebut. Dengan tujuan melemahkan negara-negara di kawasan dan mewujudkan tujuan ekspansionisnya, rezim Zionis terus menerus mencampuri urusan dalam negeri mereka dan mencegah segala upaya untuk menciptakan persatuan dan solidaritas di antara mereka. Dengan melakukan operasi spionase dan sabotase di negara-negara kawasan, rezim ini berupaya menciptakan ketidakstabilan dan ketegangan di negara-negara tersebut.
Kesimpulan
Perselisihan agama di Asia masa kini, terlepas dari kompleksitas sejarah dan sosialnya, masih menjadi salah satu tantangan utama benua ini. Faktor-faktor seperti eksploitasi politik, kesenjangan sosial dan ekonomi, pengaruh kekuatan asing dan media sosial telah memicu semakin intensifnya perselisihan-perselisihan ini. Konsekuensi dari ketegangan ini mencakup ketidakstabilan politik, konflik militer, meluasnya pelanggaran HAM dan melemahnya pembangunan ekonomi. Untuk menghadapi tantangan-tantangan ini, diperlukan penguatan dialog antaragama, reformasi hukum untuk menjamin hak-hak kelompok minoritas, pendidikan dan kesadaran serta upaya internasional. Menciptakan perdamaian dan hidup berdampingan (toleransi) berkelanjutan di Asia memerlukan kerja sama dan komitmen serius dari pemerintah, pemimpin/tokoh agama, dan masyarakat sipil. Hanya melalui upaya bersama kita dapat membangun Asia yang bersatu dan sejahtera di mana keberagaman agama bukanlah ancaman melainkan peluang bagi kemajuan bersama. Normalisasi hubungan antara rezim Zionis dan negara-negara Arab adalah proses berbahaya yang, alih-alih menyelesaikan permasalahan di kawasan, malah memicu lebih banyak ketidakstabilan dan ketidakamanan di Timur Tengah. Proses ini menghadapi pertentangan opini publik di negara-negara Arab dan Islam dan memiliki banyak tantangan di depannya. Untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah, negara-negara di kawasan ini perlu mendukung perlawanan rakyat Palestina daripada menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis dan berupaya mengakhiri pendudukan dan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah pendudukan.
Referensi:
https://ir.voanews.com/a/netanyahu-historic-infrastructure-project-linking-asia-europe/7261490.html
https://editorials.voa.gov/a/pbb-harus-mengatasi-krisis-di-timur-tengah/7350719.html
https://www.radiofarda.com/a/32907227.html
https://fisip.ui.ac.id/proyeksi-masa-depan-hubungan-palestina-israel-dan-posisi-indonesia/
[1] Disampaikan dalam USICON ke-8 dengan tema The Politics of Religious Dissent in Contemporary Asia, 5 Desember 2024 di Gedung Kuliah Terpadu, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Kebijakan Perselisihan Agama di Asia Kontemporer | |