Koalisi Global untuk Melindungi Keluarga
Keluarga, sebagai lembaga sosial yang paling penting dan landasan masyarakat, memainkan peran yang berpengaruh dalam pertumbuhan dan kemajuan manusia serta pembentukan norma-norma

Oleh: Dr. Fatemeh Ebrahimi
(Dosen Universitas Al-Zahra Iran dan Konsultan Islamic Culture & Relations Organization (ICRO), Iran)
Keluarga, sebagai lembaga sosial yang paling penting dan landasan masyarakat, memainkan peran yang berpengaruh dalam pertumbuhan dan kemajuan manusia serta pembentukan norma-norma. Namun, pada milenium ketiga ini, keluarga menghadapi turbulensi dan berbagai perubahan yang berpengaruh dari dalam dan luar kancah global, serta mengalami berbagai kekurangan, kerusakan, dan ketidakteraturan yang memerlukan tekad yang kuat untuk menyelamatkannya.
Status keluarga yang tangguh dan sehat, menurut definisinya yang spesifik, masih jauh dari statusnya yang luhur dan efisien di sebagian besar masyarakat kontemporer. Pandangan tentang manusia dan keluarga yang sehat di dunia saat ini bersifat satu dimensi, kurang komprehensif, dan tidak mencirikan kekhasan agama monoteistik. Kini telah terbukti bahwa sumber berbagai masalah sosial adalah ketidakefisienan dan melemahnya fungsi keluarga. Apa yang memberikan status luhur kepada keluarga adalah fungsi-fungsi khususnya yang menjadikan keluarga sebagai lembaga suci dan menjadikan pernikahan sebagai perjanjian Ilahi.
Keluarga yang sehat adalah keluarga yang terbentuk dari pernikahan antara pria dan wanita berdasarkan perjanjian suci dan menjadi poros cinta dan kasih sayang. Semua bersama-sama dan saling mendukung. Setiap anggota keluarga dapat menemukan kesempatan dan kemungkinan untuk tumbuh dan diberdayakan dalam semua aspek untuk mencapai kesempurnaan. Wanita sebagai poros utama keluarga, memahami kedudukannya yang penting dan memainkan perannya dengan baik selain peran lainnya.
Namun sayang, dalam tatanan dunia baru dan landasan intelektual dan nilai yang keliru, khususnya individualisme, hedonisme, dan nihilisme, keluarga di dunia saat ini bukan saja tidak memiliki efisiensi yang diperlukan, tetapi dengan munculnya definisi-definisi baru, kita justru menyaksikan runtuhnya keluarga.
Suatu kelompok minoritas dengan perilaku-perilaku yang secara moral tercela berdasarkan homoseksualitas, dengan menggunakan propaganda dan kekuatan media yang makin berkembang dan makin modern dari hari ke hari, tengah memamerkan dasar-dasar intelektual dan nilai-nilai yang mereka miliki kepada bangsa-bangsa dan tengah berupaya untuk meyakinkan para intelektual dan bangsa-bangsa untuk mengikuti mereka dalam perilaku yang tidak bermoral ini, yang jauh dari kehormatan dan martabat manusia.
Kini telah terbukti kepada semua orang, bahwa akibat dari landasan intelektual dan nilai itu tak lain adalah runtuhnya moralitas, runtuhnya keluarga, dan krisis kemanusiaan. Namun, kekuasaan dan lobi mereka di PBB begitu berpengaruh sehingga mereka memaksakan perilaku tidak wajar dan tindakan buruk ini kepada masyarakat internasional atas nama HAM, dan satu demi satu, pemerintahan menyerah kepada kemauan irasional mereka melalui tekanan politik.
Kami menyesalkan bahwa Kantor Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia, Dewan Hak Asasi Manusia, dan mekanisme hak asasi manusia PBB lainnya berada di bawah pengaruh kelompok minoritas ini dan membawa umat manusia kepada kemunduran. Bahkan di Uni Eropa, negara-negara Hungaria dan Polandia ditolak bantuan keuangan Uni Eropa hanya karena tidak menerima pedoman yang ditetapkan oleh Parlemen Eropa mengenai penerimaan gaya hidup kaum homoseksual dan kelompok menyimpang seksual lainnya.
Pernikahan antara pria dan wanita sebagai dasar pembentukan keluarga, sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi Internasional Hak Asasi Manusia, sayangnya secara bertahap diabaikan. Dewan Hak Asasi Manusia, Komite Hak Asasi Manusia, dan Komite Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dengan mengabaikan isu penting ini berdasarkan penciptaan manusia, telah menekankan pandangan tentang hak seorang perempuan atau laki-laki untuk memilih jenis hubungan seksual dan kebebasannya, dan telah mereduksi keluarga menjadi lembaga adat dan kontraktual.
Pada era sekarang, hasil legitimasi pandangan tersebut adalah kebebasan hubungan seksual, legitimasi kohabitasi, homoseksualitas, dan prostitusi dalam kerangka dan sistem hukum PBB, khususnya sistem hak asasi manusia internasional. Sayangnya, dengan mengabaikan sistem perkawinan berdasarkan penciptaan, yang lazim dan berlaku sepanjang keberadaan, mereka memperkenalkan definisi baru sebagai hak asasi manusia dalam jahiliah modern, yang sama sekali tidak dapat diterima. Ini adalah proses yang sangat berbahaya dan perang terhadap keluarga yang harus kita lawan bersama-sama, dan kita tidak membiarkan kemanusiaan disalahgunakan oleh kelompok ini.
Saat ini, kita menyaksikan upaya kelompok-kelompok yang telah menyebabkan kesenjangan antargenerasi dalam masyarakat manusia dengan memalsukan nama keluarga untuk perilaku menyimpang dan tidak bermoral serta narasi palsu tentang pernikahan dan seksualitas, sekaligus menghilangkan peran ibu, peran ayah, dan keluarga secara alami. Apakah ini bukan kejahatan terhadap kemanusiaan? Apakah diam diperbolehkan dalam menghadapi kejahatan yang kejam dan sistematis ini???!!
Saya ingin Anda berpikir bersama tentang alasan perang ini. Keluarga merupakan pusat perasaan manusia yang berakar paling dalam dan paling dekat, dan pusat paling autentik untuk membina umat manusia. Jika keluarga dalam suatu masyarakat runtuh, kehancuran masyarakat itu tidak dapat dielakkan. Orang yang lahir dalam keluarga tidak stabil menghadapi banyak bahaya dan tantangan, dan kurangnya pendidikan moral dan spiritual merupakan satu dari lusinan bahaya yang mempersiapkan mereka untuk eksploitasi dan pelecehan oleh orang lain. Perang global melawan keluarga, bersama dengan ateisme, epikureanisme, dan nihilisme, mendorong masyarakat manusia menjadi sekadar alat untuk kepentingan segelintir orang, lebih dari sebelumnya. Mereka yang demi mengamankan kepentingan mereka sendiri, merendahkan derajat manusia hingga setara dengan derajat binatang, sehingga menjadi makhluk yang tidak berakal budi.
Krisis moral yang makin meluas, seperti maraknya absurditas, kesia-siaan, dan ketidakamanan spiritual, khususnya di kalangan anak muda, melemahnya pondasi keluarga, orientasi keliru terhadap perempuan, serta menguatnya hal-hal yang negatif seperti homoseksualitas dan melemahnya perlawanan terhadap keburukan, merupakan faktor-faktor yang dapat kita hadapi dengan berinteraksi, bersinergi, dan mencerahkan kelompok minoritas ini melalui media.
Saat ini, sebagai wakil umat manusia yang meneguhkan dan menekankan pola-pola fitriah serta landasan-landasan kehidupan yang sehat dan beretika di berbagai belahan dunia, kita harus bersatu padu, apa pun afiliasi geografis dan agama kita, sehingga kita dapat, sambil melindungi pola-pola kehidupan yang sehat bagi diri kita sendiri dan anak-anak kita, mewariskan nilai-nilai ini kepada generasi-generasi mendatang, dan membentuk suatu gerakan global untuk mendukung keluarga alamiah berdasarkan sistem perkawinan, seraya berpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar keadilan, kewajaran, cinta kasih, dan kasih sayang.[IG]
.