Ketika diplomasi menciptakan kekuatan
Bagaimana perkembangan kerjasama dengan koalisi internasional yang dicapai pada pemerintahan ke-13 (Presiden Raisi)?
Kehadiran efektif Iran dalam koalisi dan organisasi regional dan internasional selama dua tahun terakhir memberikan gambaran yang lebih besar tentang kebijakan luar negeri pemerintah ke-13 yang aktif dan efektif.
Menurut laporan bidang kebijakan luar negeri IRNA, kehadiran dalam koalisi dan mekanisme internasional bagi pemerintahan mana pun sebagai unit politik berarti peningkatan pengaruh di wilayah geografis yang lebih luas dari batas negara dan wilayah tempat tinggalnya, dan lebih dari itu, memberikan sebuah gambaran dari bobot dan kekuatan suatu negara.
Bergabungnya Iran dengan blok kekuatan non-Barat di bawah nama BRICS mungkin merupakan pertama kalinya dalam sejarah diplomasi negara Iran yang memberikan dimensi trans-regional pada tingkat tindakan/aksi Iran.
Keanggotaan BRICS bagi Iran, yang dianggap sebagai kekuatan regional berdasarkan definisi tingkat kekuasaan dalam hubungan internasional, berarti titik tolak Teheran ke tingkat yang lebih tinggi dalam mendefinisikan posisi dan kekuasaannya. Tidak diragukan lagi, masuk dalam kelompok kekuatan global yang sedang berkembang berarti peningkatan posisi dan peran Iran dari kekuatan regional menjadi kekuatan antar-regional berdasarkan tingkat kekuatan dalam hubungan internasional.
Sejak awal kerjanya, pemerintahan ke-13 mendefinisikan kembali peran dan posisi negara Iran dalam politik internasional dan memasukkan partisipasi dalam koalisi internasional yang penting ke dalam agenda dan memfokuskan keinginannya untuk memulihkan hubungan dengan kekuatan-kekuatan timur dan non-barat yang mengalami penderitaan serius dalam 8 tahun yang lalu.
Tindakan ini penting karena politik luar negeri Iran berada dalam kekisruhan perkembangan eksternal terkait JCPOA dan pergantian yang terjadi di Gedung Putih, serta kekuatan diplomasi yang sudah terkuras dan kurang gerak.
Itulah sebabnya, pada bulan-bulan pertama kerja pemerintah, Iran dapat bergabung dengan Organisasi Kerja Sama Shanghai, yang merupakan salah satu perjanjian regional terpenting di dunia. Kehadiran Iran di Shanghai tidak terduga bagi hampir semua pengamat internasional.
Bergabungnya Teheran dengan Shanghai yang dikenal dengan NATO Timur ini tercapai setelah pemerintah menghabiskan seluruh kekuatan diplomasinya dalam 2 tahun terakhir untuk meningkatkan harapan strategis negara dan mencapainya dengan memanfaatkan komponen kekuatan negara.
Strategi ini berbeda dengan kebijakan pemerintah ke-11 dan ke-12 sebelumnya, yang mengambil alih medan yang ada di depan mereka dan menganggap kekuatan militer dan nuklir sebagai beban di pundak mereka sehingga harus diperoleh di meja perundingan dan untuk mendapatkan niat baik dari Barat.
Dalam situasi seperti itu dan setelah pemerintah ke-13 mencapai berbagai prestasi diplomatik di kawasan Asia Barat dan mengikuti kebijakan menstabilkan kekuatan nuklir negara, Iran mampu meyakinkan kelompok BRICS untuk menganggapnya sebagai kekuatan militer dan nuklir yang relatif revisionis terhadap tatanan dunia saat ini. Dan juga menjadikan kekuatan utama yang menjamin stabilitas dan keamanan di Timur Tengah dan pembentuk tatanan politik-keamanan di kawasan sebagai anggota blok tersebut.
Gerbong kebijakan luar negeri pemerintah ke-13 telah mendapatkan momentum di tengah-tengah keanggotaan BRICS untuk memainkan peran yang lebih global. Selain hal-hal tersebut, pengembangan kerja sama dengan aliansi seperti Shanghai dan BRICS merupakan salah satu solusi praktis untuk menetralisir sanksi anti-Iran dan mengalahkan kebijakan isolasi Iran.
Makna penerimaan Iran ke dalam perjanjian global tercermin dari pernyataan bahwa negara-negara mitra dalam aliansi tersebut tidak memiliki keinginan untuk mengikuti kebijakan Washington. Hal ini berujung pada melemahnya norma dan struktur tatanan AS yang mengatur dunia.
Selama beberapa tahun terakhir, semua analisis global yang terkait dengan lembaga think tank Barat telah dikhususkan untuk BRICS dan Shanghai sebagai satu-satunya mekanisme yang mampu menantang tatanan unilateral AS.
Baru kemarin Presiden Perancis Emmanuel Macron, hanya beberapa hari setelah Iran bergabung dengan BRICS, berbicara tentang tekad kelompok ini untuk menciptakan tatanan dunia baru dan mengumumkan keinginan Paris untuk kembali ke perjanjian nuklir dengan Iran!
Macron menyatakan bahwa kekuatan-kekuatan baru telah muncul di dunia dan berkata, “Ada bahaya melemahnya Barat, khususnya Uni Eropa. Tatanan internasional perlahan-lahan mendapat tantangan dan Barat, yang dulunya memiliki posisi gemilang, kini menyaksikan peningkatan konflik. Eropa pun kembali terlibat perang.”
Emmanuel Macron juga mengingatkan bahwa meningkatnya kritik terhadap legitimasi dan kredibilitas Dewan Keamanan PBB dan lembaga lain seperti Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia memiliki pesan yang tidak boleh diabaikan.
Penghuni Istana Elysee akhirnya menunjukkan bahwa hal ini terlihat dari upaya kelompok BRICS untuk memperluas dan menarik anggota baru, dan mengatakan, ini menunjukkan tekad untuk menciptakan tatanan dunia baru yang akan menggantikan tatanan dunia Barat saat ini yang tidak sah dan berlebihan.
The New York Times AS menulis dalam sebuah laporan setelah keanggotaan Iran di BRICS: Keberhasilan Iran baru-baru ini di bidang kebijakan luar negeri memberi negara inileverage(kekuatan pengaruh) di hadapan AS.
Dalam laporannya, surat kabar ini menggambarkan undangan BRICS kepada Iran untuk bergabung dengan kelompok internasional ini sebagai suatu kejutan dan menulis: BRICS adalah kelompok negara-negara berkembang yang bermaksud untuk bertindak sebagai penyeimbang dominasi Barat dalam tatanan dunia.
The New York Times melanjutkan: Para analis mengatakan ini adalah kemenangan politik bagi Republik Islam, dan keuntungan utama bergabung dengan kelompok ini adalah bukti bahwa Teheran mempunyai sahabat-sahabat yang kuat. Hal ini dapat memberinya pengaruh dalam negosiasi apa pun di masa depan dengan AS.[IG/IRNA]
.